Jumat, 20 Desember 2013

Titik 0

Penaku tertahan pada satu titik. Mencoba diam tak bergerak. Tergolek lemah lalu rebah. Dan kedinamisannya sebabkan ia menggelinding lalu terjatuh. Entah kemana diriku saat itu tertuju. Aku tertunduk pada suatu ketidakpastian. Mencoba menyandarkan pikiran pada sebuah harapan. Menerawang jauh tuk menggapai impian. Ya, diriku memang papa. Tak berdaya, tak kuasa, namun aku tidak tanpa rasa. Satu kata yang menjanjikan kemerdekaan bagi jiwa yang rindu pada kebebasan. Dalam renungan ku jangkau realita. Teramat penting bagiku untuk bebas bergerak dan berlari. Merasakan denyut nadi ihwal kehidupan. Namun, ihwal yang hakiki adalah pikiranku. Biarkan ia bebas meneguk maknawi semesta. Meneropong hingga menelurkan pertanyaan-pertanyaan yang alirkan napas dan bulir penghayatan. Dengan demikian bukan sekadar terejawantahkan dalam satu makna. Lebih kepada fitrah manusia untuk dapat memiliki dan mempunyai (r)asa. Lewat rasa kita mampu bersua. Dengan rasa kita mampu menerka. Dan dengan rasa kita memiliki cinta. Maka lahirlah asa untuk temani fluktuasi perjalanan hidup di setiap masa. Suatu keagungan untuk dapat merasakan nikmat Mahapemilik Rasa. Sang Raja Penguasa Semesta...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar